KISAH HARU : SEORANG YANG TIAP TAHUN DIRAYAKAN KELAHIRANNYA.
November 22, 2018
Hidup
manusia di dunia, bagaikan hidup dalam fatamorgana, suatu perjalanan yang tak
jelas, dengan akal manusia, hanya mampu berfikir tak lebih hanya urusan
biologis, enak atau tidak enak, kurang atau lebih, puas atau tidak, dan tidak
akan mendapatkan hakikat dari arti hidup itu sendiri. Nabi Muhammad SAW.
sebagai Rasulullah diutus di dunia dengan membawa risalah kanabian berupa wahyu
yang menjadi petunjuk bagi manusia dalam menjalani kehidupan yang sebenarnya.
Nabi
Muhammad SAW. seorang dengan perangai yang sangat lembut, penyanyang terhadap
makhluk (manusia dan selain manusia, muda atau tua), seseorang yang sabar dan
tidak pernah melakukan pembalasan terhadap semua perlakuan buruk yang beliau
alami, kemualian Akhlaknya dipuji oleh sang pencipta, Allah SWT. dalam
firmannya : Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
[Al-Qalam 68:4]
Rasûlullâh SAW.
orang yang paling agung, paling mulia dan paling luhur akhlaknya. tidak pernah
melakukan perbuatan nista, beliau juga adalah seorang yang sangat dermawan,
sangat zuhud terhadap dunia, padahal beliau adalah utusan Allah Azza wa Jalla, seandainya
beliau menginginkan dunia, maka pasti beliau bisa mendapatkannya, namun beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menginginkannya. Ketika beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam diberikan pilihan antara hidup di dunia semaunya ataukah menemui
Rabbnya, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih untuk menemui Rabbnya,
maksudnya meninggal. Dialah yang diutus kedunia sebagai rahmat bagi semesta
alam. [al-Anbiya’ 21:107]
Diantara
kisah budi pekerti luhur Nabi Muhammad SAW. diceritakan : tidak hanya sekali
saja Nabi dihina. Bahkan ada seorang wanita tua yang berani mencerca Nabi.
Setiap kali Nabi melintas depan rumahnya, kala itu pula si wanita meludahkan
air liurnya, Peristiwa itu berulangkali terjadi, bahkan hampir setiap hari.
Pada suatu saat, ketika Nabi lewat di depan rumahnya, si wanita tadi tidak lagi
meludahinya. Bahkan, di rumahnya kelihatan sunyi seperti tidak ada orang sama
sekali. Karena penasaran, Nabi lantas bertanya kepada seseorang, “Wahai Fulan,
tahukah engkau, dimanakah wanita pemilik rumah ini, yang setiap kali aku lewat
selalu meludahiku?”
Orang yang
ditanya menjadi heran terperangah, kenapa Nabi justru menanyakan, penasaran,
dan tak sebaliknya merasa kegirangan. Namun, si Fulan tak ambil peduli, oleh
karenanya ia segera menjawab pertanyaan Nabi, “Apakah engkau tidak tahu wahai
Muhammad, bahwa si wanita yang biasa melidahimu sudah beberapa hari terbaring
sakit?” Mendengar jawaban itu Nabi mengangguk-angguk, lantas melanjutkan
perjalanan untuk ibadah di depan Ka’bah, bermunajat kepada Allah sang Pemberi
Rahmah.
Sekembalinya
dari ibadah, Nabi mampir menjenguk wanita peludah. Ketika tahu, bahwa Nabi,
orang yang tiap hari dia ludahi, justru menjenguknya, si wanita menangis dalam
hati, tidak kuat menahan rasa haru yang sangat dalam. “betapa luhurnya budi
manusia ini. Kendati tiap hari aku ludahi, disaat belum ada yang menjengukku, justru
dialah orang pertama yang menjenguk kemari.” Dengan menitikan air mata haru, si
wanita bertanya, “Wahai Muhammad, kenapa engkau menjengukku, padahal tiap hari
aku meludahimu?” Nabi menjawab, “Aku yakin, engkau meludahiku karena engkau
belum tahu tentang kebenaranku. Jika engkau mengetahuinya, aku yakin engkau tak
akan lagi melakukannya.” Mendengar ucapan bijak Nabi utusan Allah SWT. ini, si wanita menangis dalam hati. Dadanya
sesak, tenggorokannya serasa tersekat. Lantas, setelah mengatur nafas akhirnya
ia dapat bicara lepas, “Wahai Muhammad mulai saat ini aku bersaksi untuk
mengikuti agamamu.” Lantas si wanita mengikrarkan dua kalimat syahadat.
Dikisahkan
juga pada suatu saat seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sudut pasar
Madinah Al-Munawarah selalu mengatakan kepada orang-orang disekitarnya “Wahai
saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia
itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya,”.
Pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad.
Rasulullah
SAW. mendengarnya setiap hari tidak membuatnya marah bahkan Rasulullah SAW.
selalu mendatanginya setiap pagi, bukan untuk membalas segala hal yang
dilakukannya, melainkan untuk membawakannya makanan. Rasulullah SAW. juga
selalu menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu tanpa berkata
sepatah kata pun. Kebiasaan Rasul ini berlangsung hingga menjelang Beliau SAW
wafat. Hingga tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada
pengemis Yahudi buta itu karena Rasulullah telah wafat.
Suatu hari
rumah Aisyah dikunjungi oleh ayahnya Abu Bakar yang kemudian bertanya, “Anakku,
adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan?” Aisyah pun menjawabnya,
“Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah. Hampir tidak ada satu sunnah
pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja.” Abu Bakar kemudian bertanya kembali “Apakah Itu?”,
Aisyah pun menjelaskan bahwa, Setiap pagi Rasulullah SAW. selalu pergi ke ujung
pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada
di sana.”
Abu Bakar
r.a pun pergi ke pasar untuk mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan
pada keesokan harinya. Namun, Ketika Abu Bakar menyuapinya, pengemis itu marah
dan berteriak, “Siapakah kamu?” Abu Bakar pun menjawab, “Aku orang yang biasa
memberimu makanan,” pengemis buta itu kembali berteriak mengatakan “Bukan!
Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku, Apabila ia datang kepadaku tidak
susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa
mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan
tersebut dengan mulutnya setelah itu ia berikan pada ku dengan mulutnya
sendiri.”
Seketika itu
sontak air mata Abu Bakar tidak dapat terbendung dan kemudian menangis seraya
mengatakan “aku memang bukan orang yang biasa datang pada mu, aku adalah salah
seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad
Rasulullah SAW.” Pengemis itu pun ikut menangis setelah mendengar cerita Abu
Bakar r.a dan mengatakan “Benarkah demikian?. Selama ini aku selalu
menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia
mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.” Dan
dihadapan Abu Bakar r.a, pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat.(BULETIN TABAYYUN)
0 komentar
KAMI MENGABDI TANPA BATAS MELAYANI DENGAN IKHLAS
PRINSIP KERJA KAMI: JUJUR. GIAT. IKHLAS